PMG3 - Panjang Jalan yang Tak Panjang

Senin, Februari 17, 2014


Pertanyaan memang dijawab tanpa meminta ketika mencari. Tak bertanya namun dijawab. Terjawab, namun tak puas bila tak berbukti walau hanya sedikit. Lalu memutuskan untuk melakukan perjalanan tak panjang untuk mencari cerita yang sempat panjang karena diikuti tanpa berfikir panjang. Meniti jalan sambil melihat pemandangan yang dapat dinikmati. Indah, ciptaan Tuhan memang sempurna. Sesempurna cinta yang memanggil untuk melakukan perjalanan ini. Pepohonan melambai-lambai. Entah sedang berkata "selamat datang" atau
"selamat jalan". Pelataran sawah yang bermacam-macam kondisi tampak. Hijau tua, hijau muda, kuning, banjir, terbakar. Kubah-kubah rumah Tuhan sering tampak. Mereka memang berdekatan.

Tiba di jalan bertikungan tajam dalam jumlah tertentu. Emosi jiwa membaca iklan asuransi keselamatan pada tikungan tajam ini. Seperti mendoakan orang-orang yang lewat segera celaka dan menggunakan jasa asuransinya. Hahahaha. Berujung pada sebuah danau yang masih ditutupi embun. Ini sudah siang. Mengapa embun masih senantiasa menyelimuti tempat ini? Dingin masih dapat dinikmati mengimbangi surya yang semakin terik. Hati tergelitik untuk berhenti sejenak menikmati suasana lalu menghampiri sebuah bangku panjang berbahan keras. Meminum kopi lalu menghisap rokok. Angin semilir membelai rambut dengan lembut.

Waktu terus berlalu. Terlena dengan suasana harus diakhiri. Kembali meniti jalan menuju jawaban. Tersesat berkali-kali karena salah memilih jalan. Maka bertanya pada rumput yang meliuk dan ranting-ranting yang rapuh. Mereka menunjukkan jalan yang benar. Mengarahkan diri mengikuti petunjuk. Gelap mulai mengancam. 3 langkah menuju rumah Tuhan ditepi jalan. Sejuk terasa ketika dekat. Air keran dingin membasahi bagian-bagian tubuh demi kesucian. Lalu berdiri, bersimpuh dan bersujud kehadapan-Nya. Selesai dan berdoa agar Dia berkenan memberi keselamatan dan perlindungan dalam perjalanan ini. Lalu bertanya pada seorang tua tentang arah menuju tujuan.

Langit menghitam. Dua hal yang ditakuti telah dibenarkan adanya. Hati khawatir tapi tetap menjalani. Seorang tua bercerita tentang tetua suku daerah yang dituju. Itu yang harus dihampiri untuk meminta jawaban kepastian demi bukti. Tempatnya berteduh telah ditemukan. Mengetuk pintu untuk bertamu. Keluarlah seorang tetua suku yang berambut putih berwibawa.

Setelah mengucap salam dan berbasa-basi. Maksud kedatangan dipertanyakan lalu terjawab. Tetua tersenyum. "Yang kau cari tidak ada dan tidak pernah terjadi disini. Siapa dan apa yang kau maksud tidak pernah ada. Hidup matinya tak pernah ada. Raga seabad itu tak pernah hadir dan dibenam dalam bumi. Realita kusaksikan, maka kusampaikan. InsyaAllah."

Dwindi, 2014

You Might Also Like

0 comments