Mimpi Berarti Tanpa Tafsir
Sabtu, Februari 15, 2014Sumber gambar : http://autumn-sunshine.net/poems/wp-content/uploads/2012/08/dreaming-fairy-lovely-evening-31000.jpg |
Menikmati lelap setelah lelah menanti mentari pagi. Panggilan Tuhan telah dipenuhi. Tenang untuk kembali beralas matras. Pandangan memudar dan datang gelap. Tak berencana namun tercipta. Mungkin ini jawaban pertanyaan yang bersemayam dalam pikiran yang belum dihadiahi jawaban yang memuaskan. Tatkala hari dihabiskan untuk membaca bualan panjang tak bergambar pasti. Aneh. Tulisan berbual, gambar tak menjelaskan. Bualan yang sesungguhnya, walau tak pernah habis kata untuk bercerita.
Muncul asap putih seperti transisi pada hilang-timbulnya seorang sakti dengan kemampuan tak lazim. Lalu keburaman berwarna yang terlihat semakin jelas. Selayak memasuki ruang yang pernah
didatangi walau tak berkenan dalam hati. Cerita dimulai bagaikan teater diatas panggung, selayak wayang meliuk seperti nyiur melambai. Surya tak hadir kala itu. Gelap menyelimuti, biarlah. Mata tetap mampu melihat sekitar tanpa bulan sekalipun.
Seorang alim berkata dalam bentuk pengakuan. Terpaksa menerima entah apa yang tak diinginkannya dari seorang wanita antah berantah. Datang nada mengancam dengan tenaga tak terukur. Bukan wanita biasa yang datang pun bukan secara nyata. Tanpa basa basi tak peduli situasi. Seorang alim mengukur tanpa pengukur dan hasilnya tetap nihil. Tak ada celah menolak daripada celaka dirinya. Mahar diterima, pesan termufakat. Seorang alim mengikuti maunya tanpa bisa mengelak.
Dua menit mendiamkan diri dalam tenang kegelapan. Ya, surya belum juga tiba. Asap bergumul menghalangi pandangan. Selayaknya kamar yang juga pernah dimasuki dan ini kamar dalam rumah sanak yang dekat. Seorang alim menunjuk pada sebuah matras tak beralas. Berkata bahwa wanita itu gila hubungan. Ini salah satu matras tempatnya bersatu. Lalu berkata tempat yang diketahui lainnya sebagai lokasi penyatuan. Tersentak akan cerita, seakan terhipnotis untuk mau percaya namun hati tak ingin. Ini tak mungkin. Seorang alim menjelaskan lawannya ada nyata maupun tak nyata.
Tak ingin menoleh sebab badan bergetar. Terasa mual karena jijik akan berita seorang alim. Badan tersiksa, konsentrasi buyar. Membayang biji buah yang tak bertuan muncul menjadi tunas diatas tanah. Tak bertuan. Padahal awalnya telah sepakat siapa yang memilikinya, siapa yang menanam dan siapa yang menyirami. Bodoh. Tipuan ini membutakan keyakinan. Mempercaya hal tak mungkin adalah nyata. Sang wanita bukan lah malaikat. Bukan ia merendah namun memang rendah. Terlukis sebuah gambar hewan indah terpatenkan tanpa peduli waktu pada tempat yang tak terlihat. Layaknya penjahat yang menyembunyikan kejahatan. Pikiran dibawa untuk percaya semuanya hal yang wajar, padahal kini semakin terasa tak wajar. Tunas yang tumbuh terlalu cepat dari waktunya tanpa dilihat. Bukti terpampang membelalakkan mata memaksa tak percaya.
Asap hitam membekam pandangan. Hilang semua yang mengejutkan tapi tetap berdiam menanti apa yang selanjutnya. Tercipta suasana yang semakin jelas seperti dalam sebuah bilik yang belum pernah dihampiri. Seorang pemuda bertingkah layaknya sahabat namun tak dikenal. Siapa dia? Pikiran memaksa memori yang tak kunjung memberi informasi. Absurb. Namun terlihat dia ada koneksi dengan sang wanita. Pertanyaan lazim dan tak lazim menghujaninya. Respon yang tersampaikan hanya pernyataan ketakutan untuk bercerita. Kulitnya disentuh dan segera lepas kembali. Terkuak bayangan masalalunya.
Berjalan sang pemuda dan sang wanita dari sebuah rumah berwarna menyakitkan mata. Tiga rumah kekiri membatasinya dari pelataran tanah tak bertanam padi. Ini desa tak terurus. Atau mungkin hanya sudut ini yang dibiarkan tak terurus. Perjalanannya dibuntuti tanpa diketahui. Mereka tak melihat. Mengikuti tanpa nyata. Terbang melayang dibelakang. Sampai pada sebuah tempat berjajar meja dan kursi yang kosong dari penghuni. Sepi secara nyata. Namun terlihat makhluk-makhluk yang jelas tak rupawan mengisi kekosongan tersebut. Muncul dua orang berumur tanggung, lalu bertemulah mereka. Mereka berbincang serius. Pertengahan durasi percengkramaan itu, sang pemuda memamerkan mimik muka terkejut dan heran. Selayaknya ada diskusi yang melampaui rencana, atau tak sesuai dengan rencana. Pemuda pergi. Marah namun tak bisa memaki. Maka pemuda tak berpihak. Mengambang ditengah-tengah.
Tersentak dan menghilang bayangan itu. Pemuda itu mengejutkan dengan pembicaraan yang menyangkal apapun yang terlihat. Tolol, kata-katamu tak dibutuhkan. Tak ingin mempercaya kata-kata tak berbukti. Berbuallah sesuka hatimu, pemuda!
Mata terbuka, mentari mulai terik. Mata perih lalu memicing. Pikiran mencoba mengingat apa yang tersampaikan. Layaknya tak butuh tafsir. Ini cerita terlalu gamblang. Tak perlu dipikirkan tapi telah memahami. Semua dijawab oleh mimpi. Entah ini kembang lelap, entah rahasia yang terkuak.
Dwindi, 2014
0 comments