Balada Sang Bintang

Rabu, Juni 25, 2014


Hanya awam yang menyangka bintang itu hanya benda kecil yang bersinar. Tapi hanya golongan tertentu yang mengetahui ada pola yang terbentuk dari titik-titik kecil cahaya yang terlihat dari bumi. Hanya ahli yang membuktikan betapa besarnya bentuk nyata sebuah bintang.

Bintang hanya diam. Membiarkan keawaman manusia terus berlanjut dan semakin parah. Membiarkan manusia meremehkannya. Membiarkan manusia bertingkah seperti ahli lalu mengatakan bintang adalah sekedar kelap-kelip kecil yang tersebar diangkasa. Bintang diam bukan berarti menutup kesempatan bagi manusia spesial yang ingin mengenalnya lebih jauh lagi. Bintang, membuka celah bagi siapa saja yang mau mengamatinya lebih baik lagi, lebih mengenalnya demi dapat lebih menikmati keindahannya. Bintang yang diam tapi selalu hadir dimana saja malam menyelimuti. Bintang memang diam tapi menyinari dan menghiasi kegelapan sebuah kelam. Bintang selalu ada, bintang selalu bersinar.


Namun, siapa yang menyadari sinar bintang yang hadir setiap waktu? Siapa yang paham pola-pola yang terbentuk dari barisan bintang? Siapa yang mampu merespon komunikasi yang bintang selalu coba lakukan? Terlalu sedikit jumlah menuju ahli dalam mengenal dan memahami bintang. Entah mereka tidak tertarik, atau mereka tidak menyadari kehadiran bintang. Bahkan tak jarang kehadirannya dilupakan dan dihiraukan. Hampir tidak ada lagi yang memuja keindahan bintang sebagai ciptaan-Nya.

Jiwa dalam jumlah besar, tidak mempedulikan kehadiran sinar alami ini. Tidak hanya itu, mereka bahkan menutupinya dengan asap-asap pembakaran sampah dan asap karbon monoksida yang mampu membunuh massal para insekta yang sedang bercengkrama dengan bintang seketika. Hutan-hutan tempat bergelantungan para primata yang merenungi diri sambil menengadah menatap bintang juga ditebang. Bintang bukanlah pujaan mereka, tapi bintang menjadi media kegalauan para mamalia yang bergundah gulana. Memetaforakan segala metafora bintang dalam hiperbola. Menunjuk sebuah bintang lalu memujanya dengan mengucap gombal. Serta berbahagia ketika ada bintang yang terjun bebas. Miris.

Langit bermurung. Menutupi keindahannya, terutama bintang yang menghiasi dengan titik cahaya yang berjumlah tak terhingga. Awan hitam menggulung, bersatu, saling bertabrak dan mengeluarkan percikan api. Malam menjadi sangat kelam. Makhluk bumi berdiam. Takut berjalan karena takut tersesat dalam gelap.

"Kami butuh cahaya dalam kegelapan ini. Tuhan, beri kami cahaya yang mampu menemani kami hingga matahari kembali.". Makhluk-makhluk sembrono mencari cahaya-cahaya kecil yang sebelumnya ada. Mereka mulai menyadari metafora sebuah bintang dan kata-kata yang dikomunikasikan. Pula mencoba memahami pola-pola yang menyampaikan maksud tertentu.

Bintang kini dibutuhkan. Semakin banyak yang mencari. Gonjang-ganjing mamalia sempurna menggetar bumi membuat langit cemas. Langit memaafkan tanpa diminta, dan memunculkan lagi kelap-kelip gemerlap bintang. Biarkan bintang berdiam diri disana dan bersinar. Lebih baik tidak dihiraukan daripada dilecehkan. Bintang memang terlihat kecil. Namun tunggu saja hingga setiap makhluk bumi bertingkah kurangajar terhadapnya, kesabaran bintang akan habis. Lalu bintang akan mengamuk dan menabrakkan diri pada sesamanya. Membuat ledakan dalam setiap galaksi. Memusnahkan apa yang ada didalam jagad raya ini. Mamalia sempurna yang beriman dan berakal, menyebutnya Hari Kiamat.

* * * * *

Dwindown, 2014

Image source :
Sumber gambar : http://hdw.eweb4.com/wallpapers/2122/

You Might Also Like

0 comments