Sang Supir Travel : Bule

Rabu, Mei 28, 2014

Yeah, gue baru-baru ini ke Pekalongan. Bukan, bukan liburan, tapi mencari sesuatu dan menyelesaikan sesuatu hal yang mungkin gak diblog ini gue sharenya. Gue justru tertarik menuliskan sesuatu yang gue alami di perjalanan pulang ke Daerah Istimewa yang sungguh istimewa, Yogyakartaaaaa, jreng jreng jreng. Maaf, lebay gue kumat.

Jadi, travel yang gue pilih untuk pulang ke Yogyakarta ternyata menggunakan Grandmax dan supir yang rada koplak dalam menceritakan pengalaman-pengalamannya. Disini gue akan mulai share cerita-cerita pengalaman sang supir ini. Okay, enjoy this true story...


Bule

Keri sedang menyetir sebuah mobil Avanza yang berisi dua orang penumpang berwarga negara kumpeni, yaitu Belanda. Permasalahannya adalah, Keri gak bisa bahasa Inggris, dan penumpang gak bisa bahasa Indonesia. Sayangnya lagi, gak ada tour guide. Nice.

Perjalanan ini adalah dari Yogyakarta menuju Surabaya. Dipertengahan perjalanan. Keri kelaparan.

"Mister, lapar mister" Keri berusaha menyampaikan aspirasi cacing-cacing yang berdemo didalam perutnya.

"I'm sorry, pardon please." Muka bule cowok yang merespon dengan menyerngitkan dahinya. Mencoba memfokuskan kuping dan otak untuk menerima informasi yang diberikan Keri.

"I am lapar." Keri menepuk perutnya dan memperagakan cara penggunaan sendok dan garpu dengan kedua tangannya yang tidak memegang apapun.

"Oh, okay, you're hungry. So do we. Where will we get lunch?" Bule paham maksud Keri.

Keri hanya paham kata "okay" dan langsung memutar setir untuk mampir ke sebuah rumah makan kecil, biar sederhana yang penting kenyang. Saatnya makan. Keri memesan menu paling simple sejagat-raya. Mie goreng. Masalah barunya adalah, bagaimana menawarkan suatu menu pada kedua Bule ini. Gue ingatkan lagi, Keri gak bisa bahasa Inggris, bule gak bisa bahasa Indonesia, dan diperparah dengan seluruh karyawan rumah makan semuanya gak ada yang bisa bahasa Inggris juga.

"Mister, mau mie goreng?" tanya Keri.

"Mie goreng.... Okay, mie goreng. We want mie goreng." Bule ini mulai sotoy, mengiyakan Keri memesan dua porsi mie goreng untuk kedua penumpang bulenya ini, tanpa tahu apa itu mie goreng.

Sekian menit kemudian, tiga porsi mie goreng datang. Bule-bule sotoy heran. Mie goreng ternyata..... ya mie goreng, yang tidak lebih baik daripada spageti. Mereka makan, Keri senang, bule-bule pasrah. Setelah selesai makan, masalah baru muncul.

Menurut rancangan undang-undang tentang hak dan kewajiban dalam perjalanan sebuah mobil travel, ada pasal dimana adanya hak para supir travel carteran untuk mendapatkan makan-minum dan rokok dam itu ditanggung penumpang. Keri jelas tidak punya uang untuk menalangi semua menu yang dipesan dirumah makan itu. Bagaimana meminta uang pada bule ini untuk membayar semua menu ini ya, pikir Keri.

"Mister, liat nih." Keri menunjuk kalkulator yang sudah tercantum berapa nominal tagihan makan siang itu, lalu menunjuk mbak-mbak kasir yang udah tersenyum manis dengan tangan kiri yang memegang uang Rupiah berwarna biru.

"Oh, okay." Bule paham. Urusan duit ternyata jauh lebih gampang dimengerti oleh bangsa manapun, pikir Keri.

Setidaknya, walaupun urusan bahasa masih belum juga tersolusikan, Keri aman dari demonstrasi cacing-cacing rakus yang sudah di sogok dengan mie goreng dan sudah lunas dibayar oleh bule. Keri bisa lebih tenang menyetir mobil yang mengantar bule-bule ini menuju Surabaya.

*****

Dwindown, 2014

You Might Also Like

0 comments