Teknologi Vs Sosial

Senin, September 30, 2013



Berapa persen nih mahasiswa yang gak punya koneksi internet di kontrakan atau di kost? Dan berapa persen juga mahasiswa yang punya?

Ngeliat dari realita yang ada sih, anak muda kebanyakannya punya, karena memang kebutuhannya seperti itu. Ada istilah "kuliah online", "perpustakaan online", "pengumpulan tugas online", "KRS atau Key In online", "pengumuman online". Bahkan nanya tugas ke temen untuk minta contoh tugas dia, do'i malah dimintain alamat email untuk kirim soft-file nya. Semua serba online kan? Gw rasa itu cukup untuk membuat seorang mahasiswa merasa koneksi pribadi harus ada diruangnya, biar gak usah lagi ke warnet atau jauh-jauh ke kafe tengah malam karena ada tugas dateline yang harus dikumpulkan tengah malam. --NB: dan gaya belajar yang seperti ini udah merepet ke makhluk-makhluk yang masih SMA--


Gak cuma di dunia pendidikan, tapi juga di dunia kerja, cukup berada dalam satu ruangan yang terfasilitasi dengan komputer dan koneksi internet, semua beres. Penjual jasa dan pengguna jasa sekarang gak cuma ketemu di toko, tapi cukup lewat internet. Mulai dari pedagang, desainer, dan kawan-kawan mencari pelanggan online.

Lanjut lagi ke Jejaring Sosial (Social Networking) kayak Facebook, Twitter, dan kawan-kawan sejenisnya, yang membuat semua pengguna bisa berbicara dan berdiskusi di ruangannya masing-masing tanpa perlu tatap muka. Yah, tatap muka pun sudah sangat memungkinkan, karena sudah hampir semua sosial media yang menyediakan fitur videocall. Semua bisa, dari yang paling muda sampe yang paling tua, dari yang jomblo sampe yang udah menjanda dan menduda sekian kali. Komplit. Bahkan Yahoo Messenger dan Skype bisa mempertemukan orang-orang untuk bisa berbicara jarak jauh.

Jaman semakin maju, sekarang gadget saku yang bernama telepon selular (handphone) juga punya kemampuan yang sama, dengan koneksi 3G atau HSDPA yang memungkinkan sebuah ponsel bisa melakukan panggilan video (video call). Gak cuma ponsel Blackberry, Apple dan Android, sekarang hampir semua ponsel mengunggulkan koneksi internetnya. Connecting device...... and Chat with your friend!

Cukup bahas teknologi. Sekarang bagaimana efeknya terhadap dunia sosial Indonesia yang membanggakan sifat "gotongroyong"??? Sayangnya sifat tersebut semakin hari semakin menipis. Sifat individualisme makin meluas. Dan teknologi memiliki andil yang cukup besar atas kejadian ini. Tingkat kemalasan meningkat tajam. Sekarang banyak banget yang berfikir untuk apa harus panas-panasan, kejebak macet dll cuma untuk menyelesaikan urusan yang bisa kelar hanya dengan membuka laptop. Tapi bagaimanapun juga, kota-kota besar Indonesia tetap saja macet gak manusiawi. Hahahaha.

Contoh kasus, gak usah jauh-jauh, dunia perkuliahan. Gue melihat perbedaan yang sangat signifikan antara mahasiswa jaman jahiliyah dan mahasiswa jaman internet. Benar-benar signifikan. Salah satu efeknya ya dari teknologi juga. Mahasiswa dulu, jangankan punya sosial media, yang memiliki ponsel saja masih terhitung minoritas. Mereka mengisi waktunya dengan berkumpul diluar jam kuliah, lalu membuat acara-acara yang bisa memancing kreatifitas mereka keluar secara maksimal. Berkarya sesuatu yang nyata. Efek mereka sering berkumpul dan bercengkrama satu sama lain, mereka saling sapa dan saling bisa menghargai.

Lihat mahasiswa jaman internet. Berjalan dikoridor sambil menunduk, melihat layar smartphone entah itu chatting atau cek beranda sosial medianya, memasang earphone demi kesenangannya sendiri tanpa peduli orang-orang yang dia lewati sambil berjalan, dan masih banyak lagi. Akhirnya kegiatan-kegiatan tersebut memagari mereka dari saling kenal apalagi saling menghargai, bukan keseluruh warga kampusnya, bahkan teman sekelas di suatu matakuliah pun mereka tidak mengenali walau hanya nama sekalipun.

Gue pribadi pun sudah kesurupan teknologi. Gue suka karena teknologi memudahkan banyak urusan gue. Tulisan gue yang hancur-hancuran aja bisa dibaca orang, karena gue ngetik, bukan nulis. Hahahaha. Urusan berkarya, banking, shopping, negosiasi, sharing, dan banyak hal lainnya tuntas hanya dengan membuka laptop ini. Masih banyak sih yang ngajakin gue untuk nongkrong di suatu tempat untuk kumpul-kumpul. Dulu gue langsung mengiyakan, tapi sekarang gue lihat keperluannya. Bukan hanya karena gue lebih nyaman di depan laptop, tapi gue juga males untuk berkumpul berjam-jam dan membicarakan hal yang menurut gue sia-sia. Buang-buang waktu. Yah, memang, sisa-sisa mahasiswa jahiliyah masih berusaha untuk melakukan tradisi kumpul-kumpul ini. Namun sayangnya, isinya semakin tidak bermutu. Wajar mahasiswa jaman internet tidak tertarik lagi untuk berkumpul tatap muka langsung.

Akibatnya, gep antara teknologi dan sosial semakin berjauhan. Orang-orang yang terbiasa dengan teknologi sekarang seringnya tidak peduli dengan dunia sekitarnya. Jangankan berfikir untuk mengubah dunia, mengamatinya saja bahkan tidak terfikirkan oleh mereka. Andai saja Ir. Soekarno melihat keadaan ini, mungkin beliau tidak lagi meminta 10 pemuda untuk mengubah dunia, bisa saja angka itu menjadi 10.000 pemuda. Pemuda-pemuda sekarang memang masih kritis, tapi kritis yang miris, bukan lagi kritis yang etis. Hampir selalu mengkritisi untuk saling menjatuhkan, bukan saling membangun. 10.000 pemuda sekalipun, besar kemungkinan akan bentrok sendiri. Bukannya mengubah dunia menjadi lebih baik, malah terjadi perang saudara. Untung saja Ir. Soekarno tidak melihat keadaan sekarang.

Ini baru tahun 2013, bisa kita bayangkan bagaimana 20 tahun lagi. Atau mungkin, bisa kita bayangkan 50-100 tahun lagi. Mungkin pernyataan bahwa "manusia adalah makhluk sosial" itu sudah tidak ada lagi.

You Might Also Like

0 comments