Sebagaimana gue mempertanyakan (Pandangan Terhadap Polisi) kenapa polisi sebegitunya dihindari masyarakat pada waktu yang sebenarnya mereka membutuhkan polisi sebagai problem solver. Dan akhirnya, sebulan lalu, adik gue, Wendo, kecelakaan di Jalan Wonosari KM 8 dan gue harus berurusan dengan polisi dari LakaLantas Polres Bantul. Motor Wendo yang remuk dan motor yang dia tabrak disita sebagai barang bukti. Pengurusan ini hanya menghabisnya waktu 1 minggu. 2 hari bolak balik Sleman-Bantul, dan 3 hari kemudian gue udah bisa ambil motor gue. Dari sinilah gue mendapatkan kesempatan mendapatkan cerita mereka yang berprofesi sebagai polisi lalulintas, termasuk kesulitan mereka menyandang nama polisi dalam hal bersosial dan beroperasi.
Wahai tebing yang diciptakan dengan ketegaran
Engkau yang kuat menghancurkan keangkuhan ombak
Engkau yang menjadi landasan hempas gelombang
keras
Penyambut nelayan yang pulang membawa hasil
berlayar
Lelahkah engkau…
Menjaga kami yang tak mempedulikan
kelestarianmu?
Mulai menyerahkah engkau…
Menjaga kami yang bahkan tak pernah balik menjagamu?
Bahkan kami tak pernah tahu akan kerapuhanmu
Bahkan kami tak sadar kau pun ingin diperhatikan
Bahkan kami juga tak mengerti apa yang kau
inginkan
Yang mungkin, hanya sekadar sedikit kepedulian padamu
Muakkah engkau...
Akan keangkuhan kami yang seperti ombak?
Jenuhkah engkau…
Menyaksikan kami yang selalu hura-hura?
Banyak kata-kata bijak yang dibuat untuk mengagungkanmu
Namun lupa mengangungkan-Nya
Banyak decak-decak takjub karena mengagumi
dirimu
Namun lupa mengagumi-Nya
Apa Tuhan murka lalu mematahkan engkau yang
perkasa?
Perkara mudah bagi-Nya untuk membuatmu lemah
dan rapuh
Atau engkau kah yang meminta Tuhan untuk membuatmu
patah?
Sebegitu bosankah engkau menemani kami yang
cinta pesta pora?
Terimakasih atas pengorbanan dirimu
Yang patah untuk memperingatkan kami
Yang rapuh agar kami tak lagi lupa diri
Yang kini tak utuh demi keutuhan iman kami
* * * * *
Manusia yang tertimpakah yang menjadi korban?
Tidak, tebinglah yang menjadi korban...
...karena ketidakpedulian kita dalam melestarikan alam,
dan kekhilafan kita yang lupa pada Tuhan...
* * * * *
Dwindown, 2015
image source:
https://simomot.files.wordpress.com/2015/06/antarafoto-tebing-runtuh-100615-afa-1.png
Guys, gue ada tugas penelitian kecil untuk matakuliah Arsitektur Perilaku. Kali ini, gue butuh responden sebanyak-banyaknya. Tenang aja, identitas tidak disebutkan, karena gue membutuhkan datanya saja.
Personal Space
Menurut Robert Sommer (1969), personal space dalah suatu area
dengan suatu batas tak terlihat di sekitar badan manusia dimana orang lain
(diluar manusia tersebut) tidak boleh memasukinya (invisible bubble). Ada 3 faktor yang mempengaruhi personal space, yaitu faktor individu, faktor interpersonal dan faktor situasional.
Ada juga istilah Personal Space Intrusion. Goffman
(1971) menjelaskan satu bentuk intrusi sebagai suatu "ecological placement
of the body" di dekat orang lain atau penggunaan bagian dari orang lain
secara tidak tepat (menyentuh, atau dengan lirikan mata, pandangan menghujam,
mencampuri pekerjaan / urusan orang lain, memberi pertanyaan2 tertentu dan juga
melalui nafas). Namun tidak semua intrusi mengasilkan ancaman yang sama besar
(bervariasi pada intruder yang berbeda).
Contohnya seperti studi yang dilakukan oleh Fry & Willies pada tahun 1971, yang meneliti anak kecil berusia diatas lima tahun sebagai intruder, dengan hasil :
- 5 tahun mendapat respon positif (as a cute child)
- 8 tahun lebih banyak diacuhkan
- 10 tahun mendapat respon negatif
Nah, dalam kasus ini, gue meneliti bagaimana sosial media berperan dalam personal space seseorang, apakah meluaskan pergaulan atau menggantikan pergaulan nyata menjadi maya, apakah dengan adanya sosial media maka radius personal space seseorang berubah menyempit atau tidak berubah, dan "apakah-apakah" lainnya.