Jogja Ora di Dol
Sabtu, November 08, 2014
Udah lama banget ya sejak muncul kalimat ini. Entah sudah berapa bulan umurnya. Jogja Ora di Dol. Yap, pembangunan yang mengkhawatirkan warga lokal, yang takut kehilangan jati diri Yogyakarta itu sendiri karena pembangunan yang kata mereka tidak manusiawi.
Gue barusan nonton di youtube sebuah liputan dari acara Realitas di MetroTV yang bahas soal ini. Makanya akhirnya gue gak tahan juga untuk ikut bicara. Mungkin ikut beropini dan 'bersuara' tentang pembangunan hotel dan mall di Yogyakarta.
Investasi
Yogyakarta, dijuluki 'Kota Budaya', 'Kota Pelajar', 'Kota Pariwisata' dan lain-lain. Tapi kini seakan gugur semua julukan itu dengan 1 julukan baru, 'Kota Investasi' (realitas 6 nov 2014, metrotv). Kota investasi. Mari kita bahas dulu soal investasi.Investasi, apa benar tindakan para investor untuk berbondong-bondong membangun 'pembaruan'. Menurut gue sih, investor semakin salah bila ikut-ikutan ketika mengetahui banyaknya pihak yang mengejar 31 Desember 2013 untuk memasukkan pengajuan IMB. Semakin banyak hal yang ditebas, seperti budaya, lingkungan, dan 'hati nyaman' di Yogyakarta, apakah wisatawan masih tertarik untuk datang ke Yogyakarta? Seandainya terjadi penurunan traffic wisatawan yang datang ke Yogyakarta karena akhirnya merasa Yogyakarta tidak ada bedanya dengan kota besar lain (akibat homogenisasi), bukankah pengunjung hotel dan mall juga akan menurun? Jadi dimana nilai investasinya?
Bangunan
Wahai arsitek, bukankah kita ada sebagai biosfer kedua (biosfer pertama adalah Tuhan)? Kestabilan lingkungan seharusnya bisa dipikirkan, baik untuk alam maupun manusia disekitarnya. Kampung sebelah bermandikan tanah karena tidak ada lagi air yang bisa digunakan, demi tetap memanfaatkan 'Tanah dan Air' sebagai orang Indonesia. Gue berharap hanya satu hotel itu saja yang menyebabkan keringnya sumur warga. Banyak cara untuk merekayasa agar muncul suatu win-win-solution dalam desain kan?
Desain arsitektur ada sebagai pemecahan masalah, yang sudah ditelusuri dan akhirnya memiliki kesimpulan untuk menjawab masalah tersebut. Untuk apa mendesain (men-solusi-kan) bila tidak ada masalah di tempat tersebut?
Masalah pasti ada. Tapi apakah masalah tersebut bersifat subjektif (keinginan owner atau investor semata) atau sudah bersifat objektif? Apakah keberadaan arsitek (master builder) ada hanya untuk menjawab keinginan klien? Secara normatif sih gak gitu bro. Tapi secara empirik, apa mau dikata, begitulah adanya. Apa sudah tidak penting lagi membahas dampak pembangunan tersebut? Apakah AMDAL hanya menjadi kitab pelengkap saja tanpa berimplementasi apa-apa pada lapangannya?
Pelaku Pembangunan
Coba tinjau dari pelaku pembangunannya dulu, Investor jelas bukan orang (banyaknya) yang berbasis perencanaan atau perancangan. Mereka jelas mengejar keuntungan. Dan untuk mendapatkan untung itu, investor membayar jasa arsitek dan segala tetek bengeknya untuk menciptakan desain dari masalah subjektif dia. Yaitu munculnya satu hotel yang mendatangkan banyak untung padanya. Yang jadi pertanyaan gue, apakah pelakunya merupakan orang-orang jebolan perencanaan dan perancangan? Jika bukan, petaka lah yang terjadi saat ini.
Bagaimana tidak, bila pendana dan pembangun bukanlah orang yang berpaham dalam pembangunan, lalu mereka meng-hire orang-orang yang paham, lalu bos-bos ini hanya meminta 2D, 3D dan RAB untuk menembus IMB lalu bangun desain tersebut, lalu siapa dan bagaimana mengontrol pembangunan? Mungkin konteksnya tidak hanya Yogyakarta, tapi me-Nusantara.
Arsitektur dalam Konteks
Untuk para awam, ketahuilah, arsitektur bukan hanya tentang 2D, 3D, RAB dan animasi belaka. Arsitektur merupakan hasil pemikiran seorang Arsitek (pemimpin pembangunan/ biosfer kedua/ perancang/ problem solver) yang tidak hanya memikirkan Fungsi, Struktur dan Estetika, tapi juga harus memperhatikan dan merekayasa A-B-C (Abiotic, Biotic and Culture) agar pembangunannya tidak berdampak negatif. Lalu mana peran arsitek dalam pembangunan diatas bumi? Bila dengan adanya profesi arsitek tetap tidak berefek pada integrasi bangunan dan alam yang lebih baik, untuk apa profesi ini ada?
* * * * *
Gue pribadi, bukan orang asli Yogyakarta. Kini sudah memasuki tahun ke-8 berdomisili di kota ini. Banyak hal yang ada di kota ini membuat gue betah untuk terus berada disini. Hal-hal itu mungkin sudah terwakili oleh postingan Hardiana Noviantari di Sekelumit Nostalgia yang Membuatmu Ingin Kembali ke Yogyakarta.
Bila Yogyakarta kehilangan nilai-nilai tersebut, untuk apa lagi ada Yogyakarta di Indonesia sebagai kota yang terkenal budayanya, pariwisatanya, pendidikannya, dan lain sebagainya. Kemacetan Yogyakarta sudah cukup membuat gue merasa 'Yogyakarta yang sesungguhnya' mulai terkikis. Apalagi nanti, ketika keadaan lebih kacau daripada ini.
Gue memilih untuk hidup tenang di Yogyakarta, daripada hidup pelik di Jakarta dengan segala hiruk pikuknya. Bila Yogyakarta semakin pelik, lantas apalagi yang membuat Yogyakarta tetap Istimewa?
Apakah Yogyakarta akan tetap 'Berhati Nyaman' atau justru menjadi 'Berhenti Nyaman'?
* * * * *
I almost feel like dont know what to say
Dwindown, 2014
Image Source:
http://statik.tempo.co/data/2013/10/17/id_229198/229198_620.jpg
5 comments
Gue yang belom pernah kesana, dengernya kayak gak trimaaa juga kalo jogja, digituin. :3
BalasHapusYa gitu lah di Jogja ni dek. Dulu kota anti macet, sekarang crowded. Hahaha. Mobil masuk jalur motor, padahal pengguna motor aja udah berlimpah2 disini. Akhirnya tambah macet. Kalau Jogja jadi kota bisnis, habislah sudah. Berangkat kuliah harus lebih cepat karena harus menghadapi macet dulu. Ya Salaam..
Hapusmungkin nggak cuma banyaknya pembangunan mall dan segala macam bang, tapi bisa jadi juga karna banyaknya penduduk jogja yang lebih milih make mobil dg ditumpangi satu atau 2 orang aja drpd naik motor. bahkan anak SMA pun yg blm punya SIM udah bermobil.. gimana nggak macet kalo kek gitu..
BalasHapusIya tu Ndah..kepemilikan atas kendaraan yg semakin banyak ya..paling beberapa taun kedepan, perempatan kentungan atau demangan jadi jalur 3 in 1..hahaha
Hapusdan mulai lah para joki dadakan berdiri dipinggir jalan nunggu orang yg butuh jasanya.. "yuk mari joki dengan tarif yg udah ditentukan. jangan main nawar, udah gk ada lagi tawar menawar. anda bisa lewat saya puas." hahaha keknya bisa dicoba kalo lagi butuh dana tambahan. wkakakaka *nah lho
BalasHapus