Lagi-lagi Pendidikan ? Hah ? Bullying Fisik?
Rabu, Oktober 15, 2014
Mungkin emang telat gue nonton video biadab dari SD Sumbar. Sial, gue lahir di provinsi itu. Oke, gue gak bakal basa basi lagi. Sebulan lebih lamanya gue berkutat dengan sistem pendidikan, tau-tau ada berita kayak gini.
Sore, gue nonton berita dengan judul Kekerasan Anak. Dan dini hari ini gue nonton video anak SD dengan gaya sok jago menghajar seorang siswi. Memukul dan menendang sekuat tenaganya. Korban, seorang siswi yang menangis dipojokan dinding. Sedangkan pelaku, adalan beberapa siswa dengan gaya yang (mungkin menurutnya) keren abis, serta seorang siswi yang ikut-ikutan.
Pembahasan ini gue mulai dengan pertanyaan saja.
- Bagaimana pendidikan yang mereka dapat dalam rumah?
- Bagaimana para guru mengarahkan dan membimbing mereka di sekolah?
- Kemana para guru ketika kejadian itu terjadi?
- Bagaimana bisa seorang anak SD yang masih cebol-cebol kayak gitu diperbolehkan membawa handphone, dan digunakan untuk merekam kejadian itu?
- Mencontoh siapa mereka ini?
- Siapa yang mengunggah video itu?
- Bagaimana tindak lanjut dari video itu? ada? atau justru jadi tontonan dan bahan makian masyarakat saja?
Pendidikan Dalam Rumah
Gue gak tau bagaimana orang tuanya mendidik. Gue cuma pernah lihat seorang anak dipukuli oleh bapaknya. Tetangga gue sendiri. Dan hal itu berhasil dihentikan nyokap gue dengan bicara langsung ke orangtua si anak. Dengan kekerasan fisik seperti itu, anak kelas 3 SD itu hanya menjadi anak yang paling bandel seantero RT gue. Bahkan terkenal bandel juga di RT sebelah. Begitu juga di sekolahnya. Tapi dia gak pernah melakukan bullying fisik seperti yang dipertontonkan di video itu.Ya memang, kekerasan fisik gak pernah ada bagusnya. Gue sendiri, gak pernah mendapatkannya di rumah gue sendiri. Paling kece, bokap gue lepas sabuknya dari pinggang dan bersiap-siap untuk mencambuk gue. Hanya bersiap-siap. Membuat gue takut dan kapok untuk bikin ulah. Tapi gue gak pernah kena cambuk samasekali.
Gue, Dwindi, bukan orang yang pernah bertengkar apalagi bergulat sepanjang masa sekolah maupun kuliah. Fight yang gue alami hanya di arena karate dan taekwondo. Ada wasit. Totally sport. Diluar itu, gue memilih menyelesaikan semua masalah gue dengan otak ketimbang otot. Itu yang diajarkan dirumah gue, dalam keluarga gue.
Bedanya, adik gue sendiri, dengan didikan yang sama, dia justru sering banget tawuran atau duel. Tapi semuanya pasti berawal dari penyerangan orang lain dan dia hanya defensive aja. Gue bisa pastikan dia gak pernah mengeroyok orang. Kalau dikeroyok, sering memang. Itu aja udah gue bego-begoin karena menyelesaikan masalah dengan otot. Apa bedanya dengan binatang?
Arahan & Bimbingan di Sekolah
Wahai bapak ibu guru. Itu anak lo bikin perkara tuh. Yang pertama, bikin malu sekolah. Kedua, bikin malu daerah. Ketiga, bikin malu negara.Woi pak, bu, lo kemana aja? Kerjaan lo ngapain aja disekolah? Anak seumur gitu udah sepantasnya diawasi terus. Jangan sampai lengah. Apakah ini salah satu bukti bahwa 54.8% pengajar di Indonesia itu tidak qualified? Jangan-jangan lo gak paham qualified ini apa? Cih..
Lantas apa saja yang kalian kerjakan disekolah demi anak-anak ini? Yang kata kalian generasi penerus bangsa? Gimana Indonesia bisa maju kalau bocahnya aja kayak gini. Gue makin yakin kalau Indonesia tetap bertahan dengan status negara berkembang, dan tidak akan berubah menjadi negara maju.
Pelaku bullying itu melakukan hal yang menurutnya asik, tanpa maksud apa-apa selain kesenangan. Bagaimana bisa mereka yang baru mengecap sekian tahun pendidikan kehilangan empati terhadap teman sendiri? Mana pelajaran PMP/ PPKn/ PKn/ Kwn? Gak ada implementasi? Hapus aja dari kurikulum kalau gak ada efek apa-apa.
Kepala sekolah, bagaimana aturan yang lo terapin disekolah? Banyak yang missed kah?
Mana Para Guru?
Iya, lagi-lagi gue tanya kalian dimana pak, bu? Asumsi gue sederhana. Kalau kejadian seperti ini sempat terekam, berarti banyak kejadian yang tak terekam di sekolah lo.Kalau memang mereka memiliki tenaga yang berlebihan, masukkan ekskul beladiri. Biar mereka tau bahwa pukulan dan tendangan bukan untuk bersenang-senang. Mereka juga akan tau pukulan dan tendangan bukan untuk pamer, bukan solusi tepat, dan bukan hal yang baik. Dan mereka harus tau bagaimana pukulan dan tendangan itu dilakukan. Semua ada aturannya, semua ada tekniknya. Setidaknya ini cukup untuk menjadi pelampiasan 'membuang' tenaga yang berlebihan pada siswa-siswa itu.
Untuk otaknya, seharusnya mereka di press dengan sesuatu yang merangsang otak untuk lebih mencari solusi ketimbang bersenang-senang diatas kesengsaraan orang lain. Bagaimana bisa mereka setega itu dengan siswi cewek yang sudah menangis disudut tembok seperti itu? Bagaimana bisa mereka tetap menyerang dengan kondisi siswi yang sudah seperti samsak itu? Ketololan sudah merasuki otak anak-anak yang harusnya dicekoki cara berfikir yang benar. Untuk apa mereka sekolah kalau kelakuan masih meniru binatang?
Bawa Handphone?
Oke, ini memang sudah zamannya dimana anak TK pun sudah memiliki handphone dan membawanya ke sekolah. Banyak alasan orang tua memberikan piranti komunikasi itu pada bocahnya. Tapi sebagai guru, gue pikir, lo berhak untuk menentukan aturan dimana dan kapan saat handphone itu boleh digunakan. Banyak cara untuk menerapkannya.Tapi gue sempat berfikiran, mendengar suara dan bahasa yang digunakan didalam video itu, sepertinya ada seseorang yang lebih tua dari anak-anak segede tuyul itu. Apa jangan-jangan dia pula yang merekam dan mengunggah video itu? Untuk apa? Just for fun?
Teladan
Entah siapa yang mereka tiru untuk melakukan adegan itu. Rasanya gue aja yang sejak bocah udah ngefans dengan Jackie Chan aja gak pernah kayak gitu. Apa karena tayangan televisi Indonesia yang semakin tidak memikirkan 'isi' dan hanya menginginkan 'rating' saja? Sinetron-sinetron gak mutu, yang bahkan bukan hanya memperlihatkan kekerasan, tapi juga cinta-cintaan yang ujung-ujungnya muncul kasus 'pemerkosaan' dikalangan anak SD? What the hell is going on?Jaman gue bocah, gue bela-belain begadang demi nonton WWE Smackdown jam 10 malam. Tapi, efeknya gak ada tuh. Setidaknya empati gue masih ada untuk tidak melakukan itu pada teman gue. Gue bingung dulu gue dikasih makan apa kok bisa lebih cerdas daripada orang-orang yang menggunakan otot dan bersenang-senang dengan membuat bonyok muka orang lain. Cewek pula. Bagian ini, sori, gue mau nyombong aja. Hahahahaha.
Unggah
Gue lagi mikir-mikir, apa mungkin bocah tuyul yang kampungan itu paham cara unggah video ke youtube? Kok kayaknya aneh ya. Kalau iya, siapa yang mengajarkannya? Kalau bukan, bagaimana bisa ada video yang terunggah dan menyebar kemana-mana dan menjadi bahan makian khalayak seperti ini?Tindaklanjut
Oke Bro Polisi, seharusnya ini udah diketahui sebelum ada video yang terunggah. Tapi, terlanjur menyebar kemana-mana. Berarti memang saatnya melakukan penyisiran pada hal-hal seperti ini. Pemerintah? mana? pa kabar nih?Gue gak tau apa-apa ya soal politik, kayaknya tambah ribet doang. Dan memang ada pembenahan yang terjadi disana sini. Tapi mungkin ada missed dibagian pendidikan kayaknya. Mungkin sudah seharusnya ada pembenahan besar-besaran di kurikulum atau cara belajar anak sekolahan.
Bisa juga dengan banyak penyuluhan dari pemerintah kota, kepolisian dan lain-lain soal ini itu. Ditambah lagi dari guru Bimbingan Konseling, lebih giatlah memberikan pengarahan dalam memilah mana yang baik dan mana yang buruk.
* * * * *
Gue bukan mau sok pintar disini. Postingan ini hanyalah ungkapan emosi gue setelah menonton video yang tidak pantas itu. Gue yang lagi asik mengakali sistem pendidikan yang terlalu naif, malah dikejutkan dengan kegagalan sistem pendidikan yang sangat fatal seperti ini. Terkadang internet juga menjadi media perusak suatu harga diri, baik pribadi maupun bangsa. Tergantung penggunanya pintar atau bodoh dalam memanfaatkan media-media yang tersedia di dunia
Anak ketek mangecek kato-kato kasa, ndak ado sopan-sopannya jo padusi. Woy, awak ko urang Minang. Matrilineal. Manjunjuang tinggi padusi. Suku awak turun dari padusi, ndak dari laki-laki do. Kok paja-paja tu lah kurang aja jo padusi dari ketek, ba'a ka malestarikan budaya Minang awak? Ba'a kelanjutan budaya Indonesia ko, Tuak? Aden yo ndak tingga di Minang do Tuak, tapi darah den Minang tulen. Malu bana den caliak karajo paja-paja ketek ko. Emosi bana. Iyo bana.
* * * * *
Dwindown, 2014
0 comments